Pages

Thursday, December 27, 2012

Hari Jum’at dan Keistimewaan Salat Jum’at


Hari Jum’at dan Keistimewaan Salat Keistimewaan Jum’at

Dari Aus Radhiallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah saw, bersabda: "Sebaik-baik hari kalian adalah hari Jumat: pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu beliau diwafatkan, pada hari itu sangkakala ditiup, pada hari itu manusia bangkit dari kubur, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku," Para shahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana diperlihatkan kepada engkau sedangkan tubuh engkau sudah hancur (sudah menyatu dengan tanah ketika sudah wafat). Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah SWT mengharamkan kepada bumi untuk memakan (menghancurkan) jasad para Nabi." [HR, "al-Khamsah]

Hari Jum’at adalah sayyidul ayyam. Artinya Jum’at mempunyai keistemewaan dibandingkan hari lain. Jika nama-nama hari yang lain menunjukkan urutan angka (Ahad artinya hari pertama, itsnain atau Senin adalah hari kedua, tsulatsa atau Selasa adalah hari ketiga, arbi’a atau Rabu adalah hari keempat dan khamis atau Kamis adalah hari kelima), maka Jum’at adalah jumlah dari kesemuanya.

Menurut sebagian riwayat, kata Jum’at diambil dari kata jama’a yang artinya berkumpul. Yaitu hari perjumpaan atau hari bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal Rahmah. Kata Jum’at juga bisa diartikan sebagai waktu berkumpulnya umat muslim untuk melaksanakan kebaikan –salat Jum’at-.

Salah satu bukti keistimewaan hari Jum’at adalah disyariatkannya salat Jum’at. Yaitu Salat Dhuhur berjamaah pada hari Jum’at. -Jum’atan-. Bahkan mandinya hari Jum’at pun mengandung unsur ibadah, karena hukumnya sunnah.

Dalam Al-Hawi Kabir karya al-Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan sunnahnya mandi pada hari Jum’at. Meskipun salat Jum’at dilaksanakan pada waktu salat Dhuhur, namun mandi Jum’at boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Salah satu hadits menerangkan bahwa siapa yang mandi pada hari Jum’at dan mendengarkan khutbah Jum’at, maka Allah akan mengampuni dosa di antara dua Jum’at.

Karena itu, baiknya kita selalu menyertakan niat setiap mandi di pagi hari Jum’at. Karena hal itu akan memberikan nilai ibadah pada mandi kita. Inilah yang membedakan mandi di pagi hari Jum’at dengan mandi-mandi yang lain.

Salat Jum’at -Jum’atan- bisa dianggap sebagai muktamar mingguan –mu’tamar usbu’iy- yang mempunyai nilai kemasyarakatan sangat tinggi. Karena pada hari Jum’at inilah umat muslim dalam satu daerah tertentu dipertemukan. Mereka dapat saling berjumpa, bersilaturrahim, bertegur sapa, saling menjalin keakraban. Dalam kehidupan desa Jum’atan dapat dijadikan sebagai wahana anjangsana. Mereka yang mukim di daerah barat bisa bertemu dengan kelompok timur dan sebagainya.

Begitu pula dalam lingkup perkotaan, Jum’atan ternyata mampu menjalin kebersamaan antar karyawan. Mereka yang setiap harinya sibuk bekerja di lantai enam, bisa bertemu sesama karyawan yang hari-harinya bekerja di lantai tiga dan seterusnya.
Kebersamaan dan silaturrahim ini tentunya sulit terjadi jikalau Jum’atan boleh dilakukan seorang diri seperti pendapat Ibnu Hazm, atau cukup dengan dua orang saja seperti qaul-nya Imam Nakho’i, atau pendapat Imam Hanafi yang memperbolehkan Jum’atan dengan tiga orang saja berikut Imamnya. Sebab itu menurut Imam Syafi’i Jum’atan bisa dianggap sah jika diikuti oleh empat puluh orang lelaki. Dengan kata lain, penentuan empat puluh lelaki sebagai syarat sah salat Jum’at oleh Imam Syafi’i memiliki faedah yang luar bisa.

Hal ini membuktikan betapa epistemogi Aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- yang dipraktikkan oleh Imam Syafi’i selalu mendahulukan kepentingan bersama. Kebersamaan dan persatuan umat dalam pola pikir Aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- adalah hal yang sangat penting. Tidak hanya dalam ranah aqidah dan politik saja, tetapi juga dalam konteks ibadah. (nu_online)


Etika Menyambut Hari Jumat

1. Mandi Jum’at

Mandi pada hari Jumat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang baligh berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasulullah bersabda, yang artinya, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim). Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit, dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat salat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi jenabat biasa. Rasulullah bersabda yang artinya, “Barangsiapa mandi Jumat seperti mandi jenabat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Berpakaian Bersih dan Memakai Wangi-Wangian
Rasulullah berkata, "Siapa yang mandi pada hari Jumat, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi di antara dua orang untuk dilewatinya, kemudian salat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum'at." [HR. Bukhari]

3. Menghentikan Aktivitas Jual-Beli dan Menyegerakan ke Masjid
Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju salat Jumat dan tidur siang setelah salat Jumat.” (HR. Bukhari). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai salat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada salat Dhuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian salat ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/388)

4. Salat Sunnah Sebelum dan Sesudah Salat Jumat
Abu Hurairah RA menuturkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Barangsiapa mandi kemudian datang untuk salat Jumat, lalu ia salat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian salat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya ditambah tiga hari.” [HR. Muslim]

5. Membaca Surat Al Kahfi
Nabi bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.”

6. Memperbanyak Shalawat.
Dari Anas ra, Rasulullah bersabda: "Perbanyaklah shalawat pada hari Jumat dan malam Jumat." [HR. Baihaqi]. (*/udi)


Empat Pertanyaan di Akhirat
Setiap umat muslim tentunya mengimani rukun Iman yang kelima, yaitu percaya adanya hari Akhir atau Hari Kiamat, dimana semua alam semesta beserta isinya akan hancur dan semua yang bernama makhluk hidup akan binasa, kemudian manusia yang berada di alam kubur akan dibangkitkan kembali guna mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan selama hidup di dunia.

Pada hari itu, tidak berguna harta, anak, tidak bermanfaat apa yang dibanggakan selama di dunia ini. Pada hari itu hanya ada penguasa tunggal, yaitu Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada manusia, kemudian Dia menyuruh menggunakan nikmat tersebut sebaik-baiknya dalam rangka mengabdi kepada-Nya.
Kita tidak tahu umur kita sampai mencapai digit berapa dan juga kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh-Nya. Beruntunglah bagi manusia yang sudah mempersiapkan semua hal ini dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala apa-apa yang menjadi larangan-Nya di dunia. Ketika manusia sudah sampai di padang mashyar kelak akan membentuk 12 barisan oleh Rasulullah SAW dengan berbagai bentuk dan rupa sesuai amal perbuatan yang dilakukannya.

Suatu ketika, Muaz bin Jabal r. a menghadap Rasullullah s. a. w dan bertanya:
“Wahai Rasullullah, tolong uraikan kepadaku mengenai firman Allah SWT:
“Pada saat sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris” -(Surah an-Naba’:18)

Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis hingga basah pakaiannya. Lalu Baginda menjawab: ”Wahai Muaz, engkau telah bertanyakan kepada aku, perkara yang amat besar, bahwa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris menjadi 12 barisan, masing-masing dengan pembawaan mereka sendiri. Dan satu persatu kita akan menjawab 4 (empat) pertanyaan sebagai pertanggung jawaban selama hidup didunia”
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:”Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratul mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan, dan badannya untuk apa ia gunakan.” (HR Tirmidzi dan Ad-Darimi).

1. Umur
Umur adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari manusia. Bila kita berbincang-bincang tentang umur, maka berarti kita berbicara tentang waktu. Allah dalam Al-Qur’an telah bersumpah dengan waktu: ”Demi masa”, maksudnya agar manusia lebih memperhatikan waktu. Waktu yang diberikan Allah adalah 24 jam dalam sehari-semalam. Untuk apa kita gunakan waktu itu? Apakah waktu itu untuk beribadah atau untuk yang lain, yang sia-sia?

2. Ilmu
Ilmu yang sudah dipelajari oleh umat Islam harus digunakan untuk kepentingan Islam. Ilmu yang sudah dituntut dan dipelajari wajib diamalkan menurut syariat Islam. Ilmu tidak akan berarti apa-apa dalam hidup dan kehidupan manusia kecuali bila manusia mengamalkannya.
Rasulullah sa w bersabda:”Beramallah kamu (dengan ilmu yang ada) karena tiap-tiap orang dimudahkan menurut apa-apa yang Allah ciptakan atasnya.” (HR Muslim).

3. Harta
Setiap Muslim harus hati-hati dalam mencari mata pencaharian hidupnya karena banyak manusia yang terdesak masalah ekonomi lalu ia hingga tidak perduli lagi dari mana harta itu ia peroleh. Ada yang memperoleh harta dari usaha-usaha yang batil, misalnya hutang tidak dibayar, korupsi, riba, merampok, berjudi dan lain sebagainya.
Orang yang mencari usaha dari yang haram akan mendapat siksa dari Allah, seperti disabdakan oleh Rasulullah saw: ”Barangsiapa yang dagingnya tumbuh dari barang yang haram, maka Neraka itu lebih patut baginya (sebagai tempat).” (HR Al-Hakim).

4. Badan
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna yang diciptakan Allah di muka bumi ini. Dengan kesempurnaan susunan tubuh serta akal fikiran yang diberikan Allah, manusia dijadikan sebagai khalifah di bumi, manusia dibebani taklif agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Jasmani manusia ini dituntut bekerja untuk melaksanakan fungsi khilafah dalam rangka mengabdi kepada Allah. Letihnya manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah akan diganjar dengan pahala.

Tetapi bila letihnya dalam rangka bermain-main, mengerjakan maksiat, perbuatan sia-sia, beribadah dengan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw, maka sia-sia letihnya itu, bahkan ada yang akan diganjar dengan api Neraka, karena mereka termasuk orang-orang yang celaka, sebagaimana sabda Rasulullah saw: ”Tiap-tiap amal (pekerjaan) ada masa-masa semangat dan tiap-tiap masa semangat ada masa lelahnya, maka barangsiapa lelah letihnya karena melaksanakan sunnahku, maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang letihnya bukan karena melaksanakan sunnahku, maka dia termasuk orang yang binasa.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi). (mhd/udi)


KAJIAN FIKIH
Waktu-waktu Haram untuk Salat

TANYA: Kapan dan jam-jam berapa yang termasuk waktu-waktu haram untuk kita melakukan salat? 

JAWAB: Waktu yang diharamkan untuk salat ada lima: (1) sesudah Salat Fajar (Subuh) hingga terbit matahari; (2) dari terbit matahari hingga naik setinggi tombak, yaitu kira-kira 10 atau lima belas menit sesudahnya; (3) waktu matahari tepat berada di puncak (tengah hari) hingga bergeser ke arah barat; (4) sesudah Salat Ashar hingga terbenam matahari; (5) ketika matahari terbenam hingga menghilang di ufuk dan masuk waktu Maghrib.

Kelima waktu tersebut kemudian terbagi dua: ada yang larangannya ringan (sesudah Subuh dan sesudah Ashar) sementara sisanya sangat dilarang. Bahkan sebagian ulama menegaskan bahwa waktu sesudah Subuh dan sesudah Ashar tidaklah diharamkan; tetapi di makruhkan. Yang benar-benar dilarang adalah ketika matahari terbit hingga naik setinggi tombak, ketika matahari tepat di puncak, dan ketika matahari mulai terbenam (mulai menguning) hingga menghilang.

Namun demikian yang dilarang untuk dilakukan pada waktu tersebut bukan semua salat. Tetapi menurut jumhur ulama yang dilarang adalah salat sunnah mutlak (yang tanpa sebab). Sementara salat wajib dan salat qadha bagi salat wajib tetap boleh dilakukan pada waktu tersebut. Jadi boleh melakukan salat wajib atau qadha terhadapnya pada waktu-waktu yang dilarang itu.

Para ulama kemudian berbeda pendapat mengenai salat sunnah yang memiliki sebab seperti Salat Sunnah Thawaf dan Salat Tahiyyatul Masjid. sebagian membolehkan, sebagian lagi memakruhkan. Wallahu a'lam bish-shawab. (syariah_online)

sumber:
http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25122:hari-jumat-dan-keistimewaan-salat-jumat&catid=61:menureligi&Itemid=88

Merayakan Maulid Nabi SAW Bid’ah Hasanah

Memang Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara peringatan hari kelahirannya. Bahkan, ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in.

Menurut Imam As-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw ini dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l.549 H. - w.630 H.). Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan Maulid ini. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah SAW.

Di antara karya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.

Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi SAW di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah SAW untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya semakin berkembang dan bervariasi.

Di Indonesia, terutama di pesantren, para kiai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.

Secara umum para ulama salaf menganggap perbuatan ini termasuk bid`ah. Karena tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw dan tidak pernah dicontohkan oleh para shahabat, seperti perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya. “Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim).
Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman: “Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’ ” (QS.Yunus:58).

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari Senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.

Jika Abu Lahab yang non-muslim dan Al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW? (HM Cholil Nafis MA, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il)

Anjuran Datang ke Masjid Lebih Dini
Nabi menganjurkan agar kita lebih dini dan lebih cepat pergi ke mesjid. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: ‘Seandainya manusia mengetahui pahala yang ada pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya selain dengan cara mengundinya, niscaya mereka akan mengikuti undian itu.’

‘Dan seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada kedatangan yang dini, niscaya mereka akan berlomba lomba datang lebih dini ke sana.’

‘Dan seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada pada salat Isya dan salat Subuh [di masjid], niscaya mereka akan mendatangi masjid meskipun dengan merangkak’ [HR Bukhari, no 615]

Hadits itu jelas menunjukkan keutamaan orang yang mau datang lebih dulu ke mesjid. Rasulullah menyampaikan besarnya pahala orang yang mau datang lebih dini. Begitu besarnya sehingga orang akan berebut untuk mendapatkan shaf pertama, sehingga diadakanlah pengundian. Sungguh kuat dan besar pahalanya.

Tidak Lewat di Depan Orang Salat
Tidak lewat di depan orang yang sedang salat, dan disunnatkan bagi orang yang salat menaruh batas di depannya. Rasulullah saw bersabda: “Kalau sekiranya orang yang lewat di depan orang yang sedang salat itu mengetahui dosa perbuatannya, niscaya ia berdiri dari jarak empat puluh itu lebih baik baginya daripada lewat di depannya”. (Muttafaq alaih). (*)


Mengungkap Sejarah Nabi Muhammad SAW (1)
Usia Remaja Sudah Belajar Bisnis Perdagangan
NABI MUHAMMAD SAW bin ‘Abdullāh adalah pembawa ajaran Islam dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi Allah (Rasul) yang terakhir. Menurut biografi tradisional Muslim (dalam bahasa Arab disebut sirah). Nabi Muhammad lahir diperkirakan sekitar 20 April 570/ 571, di Makkah dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).

Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Nabi Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Nabi Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa, baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.

“Muhammad” dalam bahasa Arab berarti “dia yang terpuji”. Umat Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh, dan menambahkan kalimat Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam, yang berarti “Semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya”; sering disingkat “S.A.W” atau “SAW”) setelah namanya. Selain itu Alqur’an dalam Surah As-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama “Ahmad”, yang dalam bahasa Arab juga berarti “terpuji”.

Silsilah Nabi Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan. Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh. Muhammad lahir di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun Gajah).

Kelahiran Nabi Muhammad
Para penulis sirah (biografi) Nabi Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Makkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.

Pada saat Nabi Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad kecil dijaga oleh kakeknya, ‘Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya di sekitar Makkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).

Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Nabi Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi’ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal.

Ketika Nabi Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Nabi Muhammad menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Nabi Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Makkah.
Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Nabi Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Nabi Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.

Akhirnya, Nabi Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah, kemudian mereka menikah. Pada saat itu Nabi Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Nabi Muhammad tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting. (bersambung)

sumber:
http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25444:merayakan-maulid-nabi-saw-bidah-hasanah&catid=61:menureligi&Itemid=88

Takmir Berobsesi Bangun Seribu Menara

BATU– Perkembangan Kota Batu yang pesat sebagai kota wisata, mengilhami umat Islam di Jalan Lahor, Dusun Macara Desa Pesanggrahan untuk segera mempercantik keberadaan Masjid Al Mukhlisin. Masjid tertua yang dibangun kali pertama di wilayah Kecamatan Batu ini, rencananya akan dipercantik dengan pembangunan seribu menara.
Obsesi tersebut kemarin telah diungkapkan tokoh masyarakat maupun takmir masjid setempat kepada Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, seusai Salat Jumat di masjid tersebut.
Eddy Rumpoko memang kemarin sengaja jalan kaki dari balai kota bersama Sekda, Widodo untuk Salat Jumat di masjid itu. “Kami rencananya akan membangun seribu menara di masjid ini. Mungkin Pak Wali Kota akan menyumbang satu menara, begitu juga Pak Sekda dan pejabat lainnya. Pembangunannya, akan kami awali dengan menara dari Pak Wali,” ujar Ulul Azmi, salah satu tokoh masyarakat yang ikut pertemuan bersama Wali Kota seusai Salat Jumat.
Kehadiran Wali Kota itu, sempat membuat kaget jamaah lantaran tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Menurutnya, pembangunan seribu menara bukan hal yang muluk, karena sudah lama dimatangkan pihak takmir dengan dana swadaya.“Nantinya bisa juga menjadi tempat wisata religi, bagi wisatawan yang datang ke Kota Batu,” tambahnya.
Eddy menyambut positif, keberadaan masjid apalagi bentuknya indah, semakin memperkuat dasar-dasar keagamaan para generasi muda, selain berfungsi sebagai pusat beribadah. “Untuk permintaan itu, Insya Allah. Tentunya keberadaannya kian membuat kota ini bertambah cantik,” ujar Eddy Rumpoko.
Putra Ebes Sugiyono (alm), mantan Wali Kota Malang itu berharap para tokoh masyarakat dan agama membantu pemerintah dalam menjaga jati diri warga, lantaran kota ini sudah menjadi kota yang terbuka. Keterbukaan itu jangan sampai meruntuhkan jati diri warga, khususnya yang terkait hal-hal negatif.
Seusai acara, Wali Kota juga sempat memberikan wejangan kepada siswa MI Darul Ulum Batu di pelataran masjid tersebut. Gedung MI Darul Ulum memang berada satu kompleks dengan Masjid Al Mukhlisin. (aim/lyo)


dipostkan
sumber:
http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25456:takmir-berobsesi-bangun-seribu-menara&catid=47:agropolitan&Itemid=75

Mengenal Rasul (Ma'rifatur Rasul)


 Mengenal Rasul (Ma'rifatur Rasul)

1.1 Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul (Hajatul Insaan ilarrasul)
Manusia sangat membutuhkan adanya seorang rasul yang diutus; karena secara fitrah, manusia selalu ingin tahu keberadaan sang pencipta, selalu menginginkan untuk dapat mengabdi secara benar kepada sang pencipta (Allah SWT), dan selalu menginginkan kehidupan yang teratur.

Untuk bisa mengetahui secara benar tentang keberadaan Allah, bagaimana cara melakukan pengabdian kepada-Nya, dan bagaimana bisa memahami aturan main hidup yang dibuat oleh Allah SWT sebagai pencipta yang akan menjadikan kehidupan manusia menjadi teratur, semuanya itu hanya bisa diperoleh melalui penjelasan atau petunjuk dari seorang rasul. Maka keberadaan seorang rasul menjadi sangat dibutuhkan oleh manusia.

Allah SWT berfirman,
قُل لِّمَنِ اْلأَرْضُ وَمَن فِيهَآ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ . قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ . قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلاَيُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ.
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?"(QS. Al-Mukminun (23) : 84-89)

1.1.1 Makna Risalah dan Rasul
•Risalah: Sesuatu yang diwahyukan A11ah SWT berupa prinsip hidup, moral, ibadah, aqidah untuk mengatur kehidupan manusia agar terwujud kebahagiaan di dunia dan akhirat.

•Rasul: Seorang laki-laki yang diberi wahyu oleh Allah SWT yang berkewajiban untuk melaksanakannya dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada manusia.
وَمَآأَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ.
Allah SWT berfirman,
Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-Anbiyaa` (21) : 7)

1.1.2 Tanda-tanda kerasulan Muhammad SAW
Di antara tanda-tanda kerasulan Muhammad SAW adalah :
1.Memiliki sifat yang asasi (shiddiq, komitmen atau amanah terhadap perintah, tabligh dan fathanah atau cerdas).
2.Memiliki mukjizat (kejadian luar biasa yang diberikan Allah SWT sebagai tanda kenabian atau kerasulannya yang tidak bisa dipelajari dan ditandingi, serta tidak berulang).
3.Berita kedatangannya sudah diberitahukan. (QS. Ash-Shaf (61) : 6)


1.1.3 Kedudukan Rasulullah SAW 
Untuk mengetahui kedudukan Rasulullah SAW, dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :

•Sebagai hamba Allah 
Rasulullah SAW, dilihat dari kehambaannya atau kemanusiawiannya tidak ada bedanya dengan manusia yang lainnya. Di dalam sejarah kita dapat mengenal nasabnya, sifat-sifat fisiknya, hari dan tanggal kelahirannya. Beliau juga makan, minum dan berkeluarga, yang mana semuanya itu dimiliki oleh semua hamba Allah SWT termasuk Rasulullah SAW.

Allah SWT berfirman,
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرِّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي اْلأَسْوَاقِ لَوْلآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا.
Dan mereka berkata:"Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia. (QS.Al-Furqan (25) : 7)

•Sebagai utusan Allah 
Dari sisi ini, kita bisa melihat bahwa Muhammad SAW memiliki kedudukan sebagai utusan Allah SWT dengan tugas-tugas :

Menyampaikan (tablig) 
Allah SWT berfirman,
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ.
Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah (5) : 67)

Adapun yang disampaikannya adalah :
•Ma'rifatullah (Mengenal hakikat Allah) .
ذَالِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ.
(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Rabb kamu; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (QS. Al-An’am (6) :102)

•Tauhidullah [Mengesakan Allah] .
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ.
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:"Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiyaa` (21) :25)

•Basyir wa nadzir (Memberi kabar gembira dan peringatan) 
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلاَّ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ فَمَنْ ءَامَنَ وَأَصْلَحَ فَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ.
Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-An’am (6) :48)

Mendidik dan Membimbing.

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي اْلأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ.
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan aya-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah.Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. 62:2)

1.2 Sifat-Sifat Dasar Rasulullah SAW
Muhammad SW memiliki empat sifat dasar yang menjadikannya layak untuk mengemban, empat sifat dasar tersebut adalah:

1.2.1 Jujur (Shiddiq).
Kejujuran Muhammad SAW, adalah kejujuran mutlak yang tidak akan pernah luntur dalam kondisi apapun, maka beliau tidak pernah mengatakan sesuatu melainkan sesuai dengan realita, baik ketika berjanji ataupun bersumpah, serius ataupun bercanda. Kejujuran seperti ini, adalah sesuatu yang dimiliki oleh seorang rasul; karena manusia tidak akan percaya kepada rasul yang tidak jujur. Diantara contoh kejujuran Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Abdullah bin Abil Khansa, ia menuturkan,”Sebelum masa kenabian, aku pernah melakukan transaksi jual beli bersama Rasulullah SAW. Ketika itu, aku masih menyisakan beberapa barang dagangannya padaku, lalu aku berjanji akan mengantarkan barang tersebut ke tempat beliau pada hari itu juga, akan tetapi ketika itu aku lupa, begitu pula keesokan harinya, sehingga aku datang ke tempat beliau pada hari yang ke tiga. Beliau beliau bersabda,”Wahai anak muda! Engkau telah menyengsarakan aku, sejak tiga hari yang lalu aku terus menunggumu di sini.”
Dari kisah tersebut, kita dapat melihat, bahwa beliau jujur dengan apa yang telah beliau sepakat dengan pemuda tersebuti, di mana dari hari pertama yang disepakati dengan pemuda tersebut sampai hari di mana pemuda itu datang kepadanya, Rasullullah SAW tetap setia menunggu.

1.2.2 Amanah dengan Apa yang Didakwahkan
Sebagai wakil dari Allah SWT, dengan misi menyampaikan risalah kepada umat manusia, Rasulullah SAW selalu konsisten dan komitmen dalam melaksanakan risalah tersebut; karena apabila apabila beliau tidak konsisten atau komitmen dalam menjalankan risalahnya, maka hal yang demikian akan menunjukkan bahwa ia tidak bisa menghadapi apa yang dibebankan kepadanya, dan tentu saja akan menjadi bukti kebohongan atas pengakuannya sebagai utusan Allah SWT.
Sebagai seorang rasul, tentunya beliau akan sangant mengenal keagungan Allah Azza Wa Jalla, sehingga tidak akan mendurhakai segala perintah-Nya; karenan dengan mendurhakai perintah Allah , berarti ia telah berkhianat. Dan orang yang tidak bersikap amanah tidak alyak utnuk mengemban risalah Allah SWT.
Salah satu contoh dari komitmen beliau atas perintah Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan oleh Syaikhani (Bukhari dan Muslim), dari Aisyah, ia menuturkan bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat malam hingga kaki beliau bengkak. Aku bertanya kepada beliau,”Mengapa engkau melakukan hal ini wahai Rasulullh!? Padahal dosa-dosamu yang akan dan yang sudah berlalu telah diampuni. Beliau menjawab,”Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?. Hal tersebut beliau lakukan, dalam rangka untuk memperlihatkan komitmennya terhadap perintah Allah SWT.
Allah SWT berfirman,
بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ.
Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Az-Zunar (39) : 66)

1.2.3 Menyampaikan (Tabligh)
Rasulullah SAW senantiasa menyampaikan kandungan risalah secara sempurna dan kontinyu tanpa mempedulikan kemurkaan, penyiksaan, gangguan, tipu daya dan teror dari orang-orang yang memusuhinya. Beliau tetap istiqamah dan tidak tidak melakukan penyimpangan terhadap perin tah Allah SWT, betapapun banyak godaan yang merintanginya.
Tanpa adanya tabligh, risalah tidak akan pernah muncul ke permukaan, begitu juga halnya tanpa sikap sabar dan konsisten dari Rasulullah SAW, dakwah ini tidak akan pernah eksis.

1.2.4 Cerdas (Fathanah) 

Cerdas adalah sifat yang harus selalu mengiringi upaya tabligh, karena disaat menyampaikan dakwahnya, seporang rasul akan banyak menghadapi bantahan dan perdebaan para musuh, pertanyaan para pengikutnya dan penentangan serta kritik orang-orang yang meragukannya. Oleh karena itu, ia harus memiliki kepastian kecerdasan, kekuatan argumentasi dan kekuatan berfikir yang menjadikannya mampu membungkam para musuh sehingga mereka tidak lagi mempunyai alasan untuk menolak.
Kalau seandainya mereka masih memiliki alasan untuk menolak, berarti seorang rasul tidak akan bisa menguasai mereka. Sebagaimana firman Allah SWT,
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا.
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa` (4) :165)
Hal tersebut tidak akan terjadi, kecuali apabila dakwah rasul itu seluruhnya benar. Sebab yang tidak benar tidak mungkin memiliki alasan yang jelas, dan yang bathil alasannya akan selalu mudah untuk dipatahkan. Hal ini tidak akan terealisir tanpa disertai dengan kecerdasan yang mampu menegakkan setiap hujjah dalam setiap pemaparan.

Di antara contoh kecerdasan Rasulullah SAW, ketika beliau ditanya oleh seorang lelaki,”Apakah engkau Rasulullah? Beliau menjawab,”Ya.” Orang tersebut bertanya lagi,”Apa yang engkau sembah? Beliau menjawab,”Aku menyembah Allah semata, Tuhan yang apabila kamu mengalami musibah lalu kamu berdo’a kepada-Nya maka Dia akan menghilangkan musibah itu darimu. Tuhan yang apabila kamu mengalami ekkeringan, lalu kamu berdo’a kepada-Nya, maka Dia akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu. Tuhan yang apabila kamu tersesat di suatu belahan bumi, lalu kamu berdo’a kepada-Nya, maka Dia akan mengembalikanmu.

Lelaki tadi masuk Islam, kemudian berkata,”Berikanlah aku wasiat wahai Rasulullah! Beliau bersabda,”Janganlah engkau mencela apapun dan siapapun.” Orang itu berkata,”Sejak Rasulullah SAW memberikan wasiat wasiat tersebut, aku tidak pernah lagi mencela seekor unta atau kambing sekalipun.”
Contoh lain dari kecerdasan beliau, ketika kabilah-kabilah Arab ebrselisih tentang siapa yang lebih berhak untuk meletakkan hajar Aswad, maka dipanggillah Rasulullah SAW untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, kemudian dengan kecerdasannya, beliau menghamparkan sorbannya dan menyuruh kabilah-kabilah Arab untuk meletakkan hajar Aswad di atas sorbannya. Kemudian beliau menyuruh mereka semua untuk memegang keempat ujung sorbannya dan menyuruh mereka untuk mengangkat sorban tersebut lalu lalu beliau mengambil hajar Aswad itu dan meletakkannya sendiri pada tempatnya.
Dengan kecerdasan beliau seperti itu, semua kabilah Arab mau menerima dan merasa puas dengan keputusan tersebut sehingga mereka tidak berselisih lagi.

1.3 Kisah Teladan Seputar Ma’rifaur Rasul
Kisab Abu Bakar Ash-Shiddiq :
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang sahabat karib Rasulullah SAW yang membenarkan peristiwa Isra` Mi’raj yang secara akal sulit diterima. Ketika Rasulullah SAW selesai melakukan Isra` dan Mi’raj, dalam tempo satu malam dan pada waktu shubuh beliau sudah kembali berada di Mekkah, padahal Isra` Mi’rah itu diawali dari mesjid Al-Haram ke mesji Al-Aqsa, kemudian ke Sidratul Muntaha yang tentunya perjalanan ini bukan perjalan dengan jarak yang dekat, sehingga orang-orang kafir ketika mendengar berita itu dan mendapatkan Rasulullah SAW berada di Mekkah pada pagi hari, mereka sangat tidak percaya dan mengatakan bahwa Muhammad orang gila.

Akan tetapi, Abu Bakar bukanlah seorang yang beriman secara kebetulan, melainkan ia beriman hasil dari susah payah dan usahanya yang benar, demikian pula ia beriman hasil dari berfikirnya dan kecerdasannya.

Yang mendorong keimanan Abu Bakar bukan hanya logika hati semata, melainkan dibantu pula oleh logika akalnya, hal ini dapat terlihat dari ucapannya dalam peristiwa Isra Mi’raj tersebut : Aku akan percaya kepada Muhammad walaupun lebih dari itu, dan aku mempercayainya mengenai berita langit yang dibawanya, baik diwaktu pergi maupun ketika kembali.
Peristiwa Isra Mi’raj bagi Abu Bakar tidak ada persoalan, akan tetapi yang menjadi pertanyaan baginya adalah : benarkan Rasulullah SAW yang mengatakan demikian (Isra dan Mi’raj) ? jika memang demikian, maka benarlah ia.

Abu Bakar bergegas pergi ke Ka’bah untuk menemui Rasulullah SAW. Disana ia melihat orang-orang tengah mencibir dan meragukan peristiwa Isra mi’raj. Mereka mengelilingi Rasulullah SAW dengan suara ribut yang tidak menentu. Kemudian Abu Bakar melihat Rasulullah SAW sedang duduk dengan tunduk dan khusyu menghadap Ka’bah. Beliau tidak merasa terganggu dengan berisiknya orang-orang bodoh yang berada disekelilingnya.
Setibanya di sana Abu Bakar langsung memeluk Rasulullah SAW seraya berkata,”Demi ayak dan ibuku yang menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah! Demi Allah, sesungguhnya Engkau benar, demi Allah sesungguhnya Engkau benar.

Inilah bukti nyata dari keimanan Abu Bakar kepada Rasulullah SAW yang membuatnya rela untuk memberi dan berkorban baginya.

Ilmu dan Moral, Tanggoung Jawab Social Ilmuwan, Revolusi Genetika


ILMU DAN MORAL, TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN, REVOLUSI GENETIKA


A.  PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang

Ilmu dan moral, tanggung jawab sosial, serta revolusi genetika adalah hal yang saling berhubungan. Terdapat beberapa pertanyaan yang menggelitik, pertama benarkah makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia dengan penalaran tinggi lalu makin berbudi atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta? Melalui makalah ini akan diuraikan mengenai ilmu dan moral, tanggung jawab sosial ilmuwan dan uraian tentang revolusi genetika.



2.  Rumusan Masalah

Pada makalah ini terdapat 3 rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimana hubungan antara ilmu dan moral ?

2. Apa tanggung jawab sosial ilmuwan ?

3. Bagaimana pengaruh revolusi genetika terhadap tanggung jawab moral dan sosial ilmuwan.



B.  PEMBAHASAN

1.  Hubungan Ilmu dan Moral

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 237). Jikalau hasil penemuan perseorangan tersebut memenuhi syarat-syarat keilmuan maka ia akan diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan dalam masyarakat.

Moral merupakan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. (Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 234 - 235).

Pada kenyataan sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat tergantung kepada ilmu dan teknologi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka pemenuhan kebutuhan hidup manusia dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan diciptakannya peralatan teknologi dibidang kesehatan, transportasi, pendidikan dan komunikasi, maka mempermudah manusia dalam menyelesaikan pekerjaan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataan apak ilmu selalu merupakan berkah, terbebas dari hal-hal negatif yang membawa malapetaka dan kesengsaraan?

Sejak dalam tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk mengusai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan mengusai mereka. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri.

Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 231).

Sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama). Dari hal tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Pengadilan inkuisisi Galileo ini selama kurang lebih dua setengah abad mempengaruhi proses perkembangan berfikir di Eropa, pada dasarnya mencerminkan pertarungan antara ilmu yang terbebas dari nilai-nilai diluar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan yang ingin menjadikan nilai-nilainya sebagai penafsiran metafisik keilmuan.

Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai! Setelah pertarungan kurang lebih dua ratus lima puluh tahun maka para ilmuwan mendapatkan kemenangan. Setelah saat itu ilmu memperoleh otonomi dalam melakukan penelitiannya dalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya.

Dalam perkembangan selanjutnya ilmu dan teknologi tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu dalam rangka mensejahterakan kehidupan manusia. Masalah teknologi telah mengakibatkan proses dehumanisasi. Dari perkembangan ilmu dan teknologi dihadapkan dengan moral, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total seperti pada era Galileo sedangkan golongan kedua mencoba menyesuaikan kenetralan ilmu secara pragmatis berdasarkan perkembangan ilmu dan masyarakat. Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni: (1) Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan; (2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehingga kaum ilmuwan lebih mengatahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalagunaan; dan (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial (sosial engineering). Berdasarkan ketiga hal ini maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.


2.  Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan

Peranan individu dalam kemajuan ilmu dimana penemuan-penemuan yang dihasilkan telah mengubah wajah peradaban. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan sangat efektif.

Jelaslah kiranya seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak hanya pada penelahaan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Ilmuwan berdasarkan pengetahuannya memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Kemampuan analisis seorang ilmuwan mungkin pula menemukan alternatif dari obyek permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian. Singkatnya dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.

Dibidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendidirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan.

Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain. Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan kemanusiaan. Seorang ilmuwan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuan-penemuan apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apa pun juga yang akan menjadi konsekuensinya. (Bernard Baber, dalam Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 249). Seorang ilmuwan tidak boleh memutarbalikan penemuannya bila hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun di atas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.

Perguruan tinggi sebagai pencetak ilmuwan pada masa kini, memegang peranan penting dalam mewujudkan tanggung jawab seorang ilmuwan. Diterangan dalam Webster’s New Colleglate Dictionary (dalam Suparlan, 2005), bahwa universitas adalah “an institution of higher learning providing, facilities for teaching and research and authorized to grant academic degrees”. Selanjutnya Ortega (dalam Suparlan, 2005) menegaskan bahwa misi perguruan tinggi ada tiga, yaitu : (1) tranmission of culture, (2) teaching of frofession, dan (3) Scientific research and training of new scientists.

Dari beberapa referensi dapat dipelajari kiranya terdapat dua tanggung jawab sosial seorang ilmuwan, yaitu : (1) pembinaan daya intelektual dan (2) pembinaan daya moral.


3.  Revolusi Genetika

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dalam bidang kimi dan fisika membawa menfaat yang banyak bagi kehidupan manusia. Namun disamping menfaat positif muncul pula penyalagunaan kemajuan ilmu kimia dan fisika sehingga menimbulkan malapetaka. Perang Dunia I yang menghadirkan bom biologis dan Perang Dunia II memunculkan bom atom merupakan dampak negatif penyalagunaan ilmu dan teknologi.

Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu sudah banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak membidik secara langsung manusia sebagai obyek penelaahan. Artinya, jika kita mengadakan penelaahan mengenai jantung manusia, maka hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan penyakit jantung. Atau dengan perkataan lain, upaya kita diarahkan dalam mengembangkan pengetahuan yang memungkinkan kita dapat mengetahui segenap proses yang berkaitan dengan jantung, dan di atas pengetahuan itu dikembangkan teknologi yang berupa alat yang memberi kemudahan bagi kita untuk menghadapi gangguan-gangguan jantung. Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untukk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi objek penelaahan yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas menyatakan sikap menolak terhadap dijadikannya manusia sebagai obyek penelitian genetika. Secara moral kita lakukan evaluasi etis terhadap suatu obyek yang tercakup dalam obyek formal (ontologis) ilmu. Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan maka moral hanya mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana sebaiknya kita mempergunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia. Menghadapa revolusi genetika yang baru di ambang pintu, kita belum terlambat menerapkan pilihan ontologis. 


C.  PENUTUP

Dari penyajian makalah tentang ilmu dan moral, tanggung jawab sosial ilmuwan dan revolusi genetika dapat kami tarik kesimpulan bahwa :

1. Dalam pengembang ilmu, para ilmuwan senantiasa memandang bahwa ilmu dikembangkan sebagai objek yang terikat oleh nilai-nilai moral, sehingga dalam pengembangan ilmu tersebut tidak merendahkan martabat manusia.

2. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan secara garis besar ada dua yaitu: (1) pembinaan daya intelektual dan (2) pembinaan daya moral.

3. Revolusi genetika merupakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak bebas nilai, aspek penerapan ontologis ilmu pengetahuan harus dikedepankan sehingga tidak merendahkan martabat manusia yang merupakan pengembang ilmu pengetahuan.



dipostkan
Informasi Mesjid
AFRIZAL HASBI
afrizalhasbi@ymail.com

KOMUNITAS BLOGGER UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Monday, December 24, 2012

Memberi Dengan Kasih Sayang - Mukmin Profesional


Memberi Dengan Kasih Sayang - Mukmin Profesional 10.12.2012

Ustaz Pahrol Mohd  Juoi




Syukur kepada Allah, dengan nikmat paling berharga iaitu iman, dan semoga kita dapat mempertahankan dan mempertingkatkan iman sehingga kita kembali bertemu Allah SWT,
 In sha Allah.

Mari muhasabah bersama, setakat hari ini sebanyak mana kita telah memberi? Adakah kita lebih banyak memberi atau menerima? Memberi tidak terhad kepada bentuk wang 

ringgit dan harta benda, tetapi boleh juga dalam bentuk tenaga, fikiran, masa atau 
sekurang-kurangnya doa, senyuman dan memberi salam. Jika kita lebih banyak memberi, tahniah! Itulah petanda kita seorang yang ceria, kerana hanya orang ceria saja yang boleh memberi.

Orang yang ceria juga merupakan orang yang produktif, kerana kajian menunjukkan orang sebegini akan mengeluarkan hormon endorphin yang akan memberi ilham-ilham yang baik. Jika sebaliknya iaitu kita merasa sukar untuk memberi, itu petanda yang kita tidak ceria dan merembeskan hormon kortisol. Hormon ini juga akan menjadikan seseorang itu buntu dan terhijab daripada mendapat ilham yang baik.Islam menggalakkan umatnya berbuat baik bukan sekadar kepada manusia sahaja, bahkan juga kepada haiwan dan alam. Dalam hadis yang terkenal, ada diceritakan tentang seorang wanita yang tidak baik pekerjaanya, tetapi setelah memberi minum seekor anjing dengan penuh kasih sayang, dia diampunkan dan diberi balasan syurga. Begitu juga dengan kisah seorang wanita yang 'abid (kuat ibadah), tetapi menjadi ahli neraka kerana beliau menyeksa dengan mengurung kucingnya dan tidak diberikan makanan.Setiap manusia mengharapkan kasih-sayang, kerana itu adalah fitrah manusia. Ibu bapa dan anak-anak, suami dan isteri bahkan antara pemimpin dan rakyat juga saling mengharapkan kasih-sayang. Walaupun kasih-sayang itu amat diharapkan manusia, ianya semakin hari semakin tandus. Kita boleh melihat bagaimana perang saudara terus berlaku, serangan oleh negara kaya ke atas negara miskin juga terus berlaku, neo-kolonisma (penjajahan bentuk baru) juga berlaku. Bahkan di depan mata kita juga, kita boleh melihat sendiri bagaimana institusi yang sepatutnya memberikan kasih-sayang semakin hari semakin rapuh.

 kasih-sayang dan ianya akan menjadi semakin pudar.

Perangkaan menunjukkan kes perceraian berlaku setiap 15 minit, manakala seorang anak zina pula dilahirkan setiap 18 minit. Ini menandakan kasih-sayang semakin sukar diperoleh mutakhir ini. Mengapa ini berlaku? Sebabnya kerana kita telah melanggar hukum kasih-sayang. Apa hukumnya - untuk mendapatkan kasih-sayang, kita perlu memberi kasih-sayang terlebih dahulu. Rupa-rupanya walaupun semua manusia dahagakan kasih-sayang, semuanya terlalu ego untuk memberi dan menanti sahaja untuk mendapat kasih-sayang. Apabila kita menunggu untuk diberi kasih-sayang, maka kita telah melanggar hukum


Siapa yang paling menyayangi, dialah yang paling banyak memberi. Sebab itulah, antara ibu dan anak, pastilah ibu yang lebih mengasihi. Seorang ibu sanggup mengandungkan anak selama 9 bulan, sedangkan seorang bapa takkan sanggup melakukannya. Ketika melahirkan pula, ibu sanggup menggadaikan nyawanya. Pada zaman khalifah Umar, berlaku satu kisah seorang anak yang mendukung ibuya daripada Yaman ke Mekah dan Madinah untuk mengerjakan haji. Itu adalah satu jarak yang jauh. Sy. Umar melihat perkara ini dan mengatakan bahawa dia adalah anak yang soleh. Namun, pemuda itu menafikan kerana katanya, walaupun dia menjaga ibunya dengan begitu baik, ada juga terlintas 

di hatinya ingatan negatif akan bilakah ibunya akan meninggal, sedangkan tiada seorang ibu yang mengharapkan kematian kepada anaknya.

Rasulullah SAW juga lebih banyak memberi kepada kita, umatnya, dan nyatalah

 baginda SAW lebih menyayangi kita. Lahirnya Rasul SAW itu sendiri merupakan 
rahmat bukan sekadar kepada umatnya, bahkan kepada seluruh alam juga. 
Rasulullah SAW memberi dalam bentuk menyampaikan Islam kepada kita. Rasulullah SAW juga paling banyak memberi kemaafan. Ketika pembukaan kota Mekah, 
Rasulullah SAW berdepan dengan orang yang pernah menganiayanya, dan berkomplot untuk membunuh baginda. Namun, baginda SAW berkata, "Kamu adalah saudaraku, dan kamu bebas". Rasulullah SAW memaafkan mereka begitu sahaja. Pernah juga berlaku 
suatu malam Rasulullah SAW tidak lena tidur, lalu ditanya sebabnya oleh isteri baginda. Rasulullah SAW menjawab, "Aku teringat akan beberapa dirham yang aku miliki, tetapi tidak tahu dimana letaknya yang belum kuberikan kepada orang yang memerlukan". 
Sampai begitu sekali Nabi SAW susah hati kerana tidak memberi. Oleh itu, kita juga perlu meniru sifat yang sedemikian. Bahkan ketika sakaratulmaut juga, Rasulullah SAW masih memberi, dalam bentuk peringatan iaitu agar kita menjaga solat.




Satu lagi kisah berlaku ketika Sy. Aisyah dihadiahkan seekor kambing, lalu dia pun menyedekahkan semua bahagian kecuali bahagian kaki untuk dimasak dan diberi makan kepada Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW mencicip hidangan kambing itu, baginda berkata, "Semua kambing yang diberikan kepada orang telah menjadi milik kita, kecuali bahagian kaki ini". Begitulah tingginya sifat kasih-sayang Rasulullah SAW terhadap umatnya.

Antara ibu dan anak, ibu lebih mengasihi. Antara Rasulullah SAW dan umatnya, baginda lebih mengasihi. Antara Allah dan hamba-hambanya, maka pastilah tiada bandingan kasih-sayangnya kerana Allah adalah Yang Maha Pengasih. Allah sangat banyak memberi 

sehingga dinyatakan di dalam Al-Quran bahawa manusia tidak akan mampu 
menghitungnya. Bahkan, Allah memberi tanpa kita meminta dan sebelum kita memintanya juga. Contohnya kita mendapat oksigen, penglihatan, pendengaran, dan lain-lainnya tanpa perlu meminta. Kalaulah kita perlu meminta, alamatnya matilah kita kerana kita 
mungkin akan banyak terlupa untuk meminta apa yang kita perlukan.

Kasihnya Allah tidak terhad kepada itu, bahkan Allah juga memberi tanpa mengharapkan balasan. Walaupun Allah meminta kita bersyukur, dan melakukan ibadah, tetapi itu bukanlah dilakukan sebagai balasan kepada apa yang Allah berikan. Manfaat perbuatan syukur dan ibadah itu adalah untuk diri kita juga, bukan untuk Allah. Allah memberi tanpa ingin dibalas.

Sebagai peminjam nikmat yang banyak diberikan Allah, maka seharusnyalah kita membalas dengan kebaikan. Di dunia, jika kita berhutang dan tidak membayarnya semula, 

maka kita akan disenarai-hitamkan. Tetapi Allah tidak melakukan begitu. Walaupun ramai manusia yang tidak membalas kebaikan Allah, Allah tetap terus memberi.

Allah juga memberi kita sesuatu yang berulang-ulang. Contohnya - ketika kita bercakap ini, berapa banyak proses yang berlaku dalam tubuh kita - pernafasan, penghadaman, 

perkumuhan dan sebagainya, semuanya diberikan berulang-ulang dan konsisten oleh Allah SWT. Dalam alam sekitar dan haiwan juga berlaku berjuta-juta proses yang Allah tidak 
pernah lalai atau mengantuk sekalipun untuk mengendalikannya. Semua alam ini juga diatur demi kepentingan manusia. Subhanallah. Jika kita perhatikan semuanya ini, malu kita 
dengan Allah dengan tingginya kasih sayang Allah.

Untuk berjaya dalam hidup, kita perlu menurut jejak langkah orang yang berjaya, dan siapa orang yang paling berjaya? Tentulah Rasulullah SAW. Oleh kerana baginda Rasulullah SAW banyak memberi, maka kita juga perlu banyak memberi. Termasuk dalam tugas kita sebagai khalifah juga adalah memberi kebaikan kepada diri dan alam sekeliling. Jika di rumah, kita beri kebaikan kepada keluarga. Jika di pejabat, kita beri kebaikan kepada rakan sekerja. Jika di jalan raya, kita bertimbang-rasa dan memberi kemudahan kepada orang lain.

Kenapa kita sukar memberi? Kerana manusia berasa, jika memberi, ianya akan berkurangan. Tetapi ianya tidak benar! Allah telah berjanji bahawa jika suatu harta diberi kepada jalan Allah, maka satu biji akan menumbuhkan 7 tangkai, manakala satu tangkai akan membuahkan seratus biji, maka dengan kata lain sesuatu pemberian itu akan digandakan sehingga 700 kali. Sesungguhnya Allah tidak memungkiri janji. Rasulullah SAW juga menegaskan bahawa bersedekah itu tidak akan menjadikan seseorang itu papa. Jadi, kita perlu yakin kepada Allah dan kepada Rasulullah SAW dan mangamalkan untuk memberi.

Gandaan 700 kali yang dijanjikan pula perlu dilihat dalam 2 bentuk - pandangan mata 

hati dan bukan sekadar pada pandangan fizikal sahaja. Pertama, Allah boleh ganti dalam bentuk serupa yang ketara dengan gandaan harta. Mungkin kerana kita beri duit kepada ibu bapa kita, Allah ganti dalam bentuk lebih banyak iaitu mendapat bonus ditempat kerja.
 Allah boleh juga beri dalam bentuk lain seperti kesihatan. Antara kesihatan dan kekayaan, 
saya pasti ramai antara kita yang akan pilih kesihatan. Allah juga boleh beri dalam bentuk 
anak-anak yang soleh, isteri yang setia dan rumah-tangga yang bahagia. Allah mampu memberi lebih daripada apa yang kita keluarkan.

Senarai soalan dan jawapan:
S: Apakah simboliknya perlakuan dalam solat?
J: Pada prinsipnya, solat merupakan satu bukti kehambaan kita kepada Allah SWT. Jadi, apa saja perlakuan atau ucapan di dalam solat adalah untuk menzahirkan kehambaan kita 

kepada Allah. Contohnya - ketika berdiri betul, mata kita ditundukkan dan diarahkan kepada tempat sujud, dan kita mengangkat takbratul ihram - ini adalah sebagai tanda ta'zim, 
menyerah diri kepada Allah. Ketika rukuk pula, kita menghormati Allah sebagai Tuhan,
 dan kita juga dilarang merukuk kepada selain Allah. Ketika rukuk, akal, mulut dan perut kita berada pada kedudukan yang sama, dan kita menghinakan diri di depan Allah. Ketika sujud pula, kita meletakkan kepala - iaitu anggota yang biasanya kita jaga dan muliakan, ke tanah yang dipijak oleh sesiapa sahaja. Ini juga sebagai tanda hinanya kita di hadapan Allah. Ketika solat ada 4 rasa kehambaan kepada Allah SWT iaitu rasa kehebatan Allah SWT, hinanya kita didepan Allah, rasa takut (khauf) kepada Allah, dan rajak (berharap) pada Allah ketika duduk tahiyyat akhir dan bacaannya. Wallahu'alam.

S: Bagaimana pula jika kita tak henti memberi, tetapi dibalas sebaliknya?
J: Jika berlaku begitu, kita biasanya rasa tidak adil, rasa diperalatkan dan seumpamanya. Sebenarnya ada 2 bentuk pertimbangan - pertama ialah memberi itu memang digalakkan dalam Islam, namun dalam pada itu seseorang itu juga perlu berhati-hati. Itulah sifat mukmin profesional - memberi kerana bersifat pemurah, dan bijaksana dalam melakukannya 

(berhati-hati). Contoh mudah - Jika sudah jelas ada sindiket yang meminta sedekah, 
maka tidak salah untuk kita tidak memberi kepada mereka. Tetapi jika kita berasa asyik kita saja yang memberi, dan tidak mendapat balasan atau perhargaan daripada orang yang
 diberi, kita takkan bahagia. Mengikut ahli psikologi, manusia ini memang spesis yang tidak tahu berterima kasih. Oleh itu, jika kita mengharapkan ucapan terima kasih atau
 penghargaan ke atas kebaikan yang kita lakukan, kita akan menjadi orang yang sakit jiwa. Adakah kita akan berhenti memberi kerana kita tidak dihargai? Tidak. Kita memberi kerana Allah. Perhatikan sifat Allah yang Maha Pemberi. Bandingkan berapa banyak nikmat yang 
Allah berikan, dan berapa kerat sahaja manusia yang bersyukur. Allah sendiri sudah menjelaskan bahawa sedikit sekali manusia yang bersyukur padanya. Walaupun telah tahu, Allah tidak berhenti memberi bahkan terus memberi sehingga tak terhitung oleh kita. Jesteru, jika kita yang memberi sedikit saja ingin berhenti kerana tidak dihargai, kita adalah sangat 
ego. Sebenarnya apa yang kita beri bukan hak kita pun, kita hanya peminjam. Oleh itu, jika memberi, berilah kerana Allah SWT, dan bukan kerana mengharapkan penghargaan 
manusia. In sha Allah, walaupun manusia tidak pandai membalasnya, Allah pasti membalasnya. What you give, you get back.

S: Mengapa suami sukar meluahkan kata-kata sayang kepada isteri, sedangkan isteri sebaliknya?


J: "Kita membina rumah dengan apa yang kita dapat, tetapi kita membina rumahtangga dengan apa yang kita berikan". Rumah dibina dengan kayu, batu-bata, sebaliknya rumahtangga dibina dengan kasih sayang, rindu, sifat kemaafan dan sebagainya. Hukum mudahnya ialah membina rumahtangga dengan memberi. Suami dan isteri, masing-masing mempunyai hak dan peranan tersendiri. Jika masing-masing menjalankan peranan masing-masing, hak kedua-duanya akan dipenuhi. Namun, manusia tidak fokus kepada peranan yang perlu dimainkannya, sebaliknya mereka fokus kepada hak yang perlu diterimanya. Hak ialah apabila kita berfikir - 'how to get', manakala peranan pula apabila kita berfikir - 'how to give'. Suami-isteri perlu mengubah 'mindset' untuk memberi, bukan untuk menerima sahaja. Siapa yang lebih menyayangi, dialah yang lebih banyak memberi. Kasih sayang berkadar terus dengan iman - semakin beriman seseorang kepada Allah, 

maka semakin tinggi jugalah kasih sayangnya kepada manusia, dan paling banyak memberi. Tentang sifat lelaki yang sukar melafazkan kata-kata itu adalah kerana cinta pada lelaki
 adalah perbuatan - 'love is a verb'. Sebaliknya bagi perempuan - 'love is a word' dan mereka pula sangat sensitif dengan pujukan mesra, perkataan-perkataan yang indah dan hadiah. 
Oleh sebab itu, kepada para suami, walaupun 'love is a verb', apa salahnya lafazkan juga
Oleh sebab itu jugalah, anak perempuan lebih wajar didahulukan dalam memberi hadiah berbanding anak lelaki. Untuk mendapatkan kesamaan dalam perbezaan ini, mari kita 
pegang nasihat Nabi SAW kepada seorang sahabatnya. Sedang Nabi SAW dan sahabat tersebut duduk bersama, lalu seorang sahabat lain di hadapan mereka. Lalu, sahabat 
tersebut pun berkata, "Aku sangat mencintai sahabat itu kerana Allah SWT". 
kata-kata sayang kepada isteri.

Rasulullah SAW pun berkata, "Pergilah kepadanya dan katakan apa yang kamu
ucapkan tadi kepadanya".

S: Saya mohon ulasan ustaz tentang hadis Nabi SAW yang menyatakan bahawa

 'Sebaik-baik manusia ialah mereka yang banyak memberi kebaikan', dan bukannya mereka yang sekadar berjubah dan berserban.
J: Rasulullah SAW merupakan pemimpin yang paling agung. Walaupun kita cuba untuk 

meniru baginda SAW, namun pada hakikatnya kita takkan berjaya.  Untuk meniru Rasulullah SAW, kita perlu melihat sifat dan kelakuan baginda dalam semua dimensi. Baginda tidak sekadar solat sehingga bengkak kakinya, bahkan baginda turut berperang sehingga patah giginya. Baginda juga tidak sekadar romantik bersama isterinya, bahkan baginda juga 
berjuang, berjihad dan berdakwah di luar rumah. Begitu juga dengan minuman susu kambing. Jika kita ingin ikut sunnah Nabi, kita bukan berhenti sekadar pada minum susu kambing 
sahaja, tetapi kita juga perlu tambah ilmu, perlu mujahadah dan beribadah agar menjadi
 lebih baik. Begitu dengan cara berpakaian. Semua yang Nabi SAW buat merupakan contoh teladan yang baik. Tetapi, dalam pada itu, jika kita tak mampu buat semua, jangan kita tinggalkan semuanya sekali pula. Jika mampu untuk berserban, maka pakailah serban 
sebagai cara menunjukkan kecintaan kepada baginda Rasulullah SAW. Begitu juga dengan pakaian yang putih, bersih, berwarna hijau dan banyak lagi. Namun, daripada segi keutamaannya, berakhlak dengan akhlak Nabi SAW adalah lebih penting berbanding 
meniru fizikal dan penampilannya. Apalah gunanya jika berpakaian mengikut sunnah, tapi berperangai seperti serigala. Meniru akhlak Nabi SAW adalah lebih utama berbanding 
meniru penampilannya.

Kesimpulan:
Jangan merasakan kita tidak ada untuk memberi. Selagi kita hidup di dunia, kita adalah 

orang yang berada(kaya) untuk memberi. Berilah dalam bentuk yang kita mampu sama ada harta, tenaga, senyuman ataupun setidak-tidaknya doa. Saya tutup dengan kata-kata
 Dr. 'Aid Al-Qarni dalam buku 'La Tahzan' iaitu: "Orang pertama yang mendapat manfaat daripada satu kebaikan adalah orang yang melakukannya". Sebagai tambahan
, "Tangan yang menghulurkan bunga, pastilah tangan itu akan berbau harum". In sha Allah.



tulisan ,.. http://keranakasihnabi.blogspot.sg/2012/12/memberi-dengan-kasih-sayang-mukmin.html