Pages

Thursday, December 27, 2012

Ilmu dan Moral, Tanggoung Jawab Social Ilmuwan, Revolusi Genetika


ILMU DAN MORAL, TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN, REVOLUSI GENETIKA


A.  PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang

Ilmu dan moral, tanggung jawab sosial, serta revolusi genetika adalah hal yang saling berhubungan. Terdapat beberapa pertanyaan yang menggelitik, pertama benarkah makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia dengan penalaran tinggi lalu makin berbudi atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta? Melalui makalah ini akan diuraikan mengenai ilmu dan moral, tanggung jawab sosial ilmuwan dan uraian tentang revolusi genetika.



2.  Rumusan Masalah

Pada makalah ini terdapat 3 rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimana hubungan antara ilmu dan moral ?

2. Apa tanggung jawab sosial ilmuwan ?

3. Bagaimana pengaruh revolusi genetika terhadap tanggung jawab moral dan sosial ilmuwan.



B.  PEMBAHASAN

1.  Hubungan Ilmu dan Moral

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 237). Jikalau hasil penemuan perseorangan tersebut memenuhi syarat-syarat keilmuan maka ia akan diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan dalam masyarakat.

Moral merupakan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. (Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 234 - 235).

Pada kenyataan sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat tergantung kepada ilmu dan teknologi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka pemenuhan kebutuhan hidup manusia dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan diciptakannya peralatan teknologi dibidang kesehatan, transportasi, pendidikan dan komunikasi, maka mempermudah manusia dalam menyelesaikan pekerjaan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataan apak ilmu selalu merupakan berkah, terbebas dari hal-hal negatif yang membawa malapetaka dan kesengsaraan?

Sejak dalam tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk mengusai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan mengusai mereka. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri.

Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 231).

Sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama). Dari hal tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Pengadilan inkuisisi Galileo ini selama kurang lebih dua setengah abad mempengaruhi proses perkembangan berfikir di Eropa, pada dasarnya mencerminkan pertarungan antara ilmu yang terbebas dari nilai-nilai diluar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan yang ingin menjadikan nilai-nilainya sebagai penafsiran metafisik keilmuan.

Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai! Setelah pertarungan kurang lebih dua ratus lima puluh tahun maka para ilmuwan mendapatkan kemenangan. Setelah saat itu ilmu memperoleh otonomi dalam melakukan penelitiannya dalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya.

Dalam perkembangan selanjutnya ilmu dan teknologi tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu dalam rangka mensejahterakan kehidupan manusia. Masalah teknologi telah mengakibatkan proses dehumanisasi. Dari perkembangan ilmu dan teknologi dihadapkan dengan moral, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total seperti pada era Galileo sedangkan golongan kedua mencoba menyesuaikan kenetralan ilmu secara pragmatis berdasarkan perkembangan ilmu dan masyarakat. Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni: (1) Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan; (2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehingga kaum ilmuwan lebih mengatahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalagunaan; dan (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial (sosial engineering). Berdasarkan ketiga hal ini maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.


2.  Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan

Peranan individu dalam kemajuan ilmu dimana penemuan-penemuan yang dihasilkan telah mengubah wajah peradaban. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan sangat efektif.

Jelaslah kiranya seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak hanya pada penelahaan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Ilmuwan berdasarkan pengetahuannya memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Kemampuan analisis seorang ilmuwan mungkin pula menemukan alternatif dari obyek permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian. Singkatnya dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.

Dibidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendidirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan.

Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain. Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan kemanusiaan. Seorang ilmuwan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuan-penemuan apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apa pun juga yang akan menjadi konsekuensinya. (Bernard Baber, dalam Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 249). Seorang ilmuwan tidak boleh memutarbalikan penemuannya bila hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun di atas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.

Perguruan tinggi sebagai pencetak ilmuwan pada masa kini, memegang peranan penting dalam mewujudkan tanggung jawab seorang ilmuwan. Diterangan dalam Webster’s New Colleglate Dictionary (dalam Suparlan, 2005), bahwa universitas adalah “an institution of higher learning providing, facilities for teaching and research and authorized to grant academic degrees”. Selanjutnya Ortega (dalam Suparlan, 2005) menegaskan bahwa misi perguruan tinggi ada tiga, yaitu : (1) tranmission of culture, (2) teaching of frofession, dan (3) Scientific research and training of new scientists.

Dari beberapa referensi dapat dipelajari kiranya terdapat dua tanggung jawab sosial seorang ilmuwan, yaitu : (1) pembinaan daya intelektual dan (2) pembinaan daya moral.


3.  Revolusi Genetika

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dalam bidang kimi dan fisika membawa menfaat yang banyak bagi kehidupan manusia. Namun disamping menfaat positif muncul pula penyalagunaan kemajuan ilmu kimia dan fisika sehingga menimbulkan malapetaka. Perang Dunia I yang menghadirkan bom biologis dan Perang Dunia II memunculkan bom atom merupakan dampak negatif penyalagunaan ilmu dan teknologi.

Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu sudah banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak membidik secara langsung manusia sebagai obyek penelaahan. Artinya, jika kita mengadakan penelaahan mengenai jantung manusia, maka hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan penyakit jantung. Atau dengan perkataan lain, upaya kita diarahkan dalam mengembangkan pengetahuan yang memungkinkan kita dapat mengetahui segenap proses yang berkaitan dengan jantung, dan di atas pengetahuan itu dikembangkan teknologi yang berupa alat yang memberi kemudahan bagi kita untuk menghadapi gangguan-gangguan jantung. Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untukk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi objek penelaahan yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas menyatakan sikap menolak terhadap dijadikannya manusia sebagai obyek penelitian genetika. Secara moral kita lakukan evaluasi etis terhadap suatu obyek yang tercakup dalam obyek formal (ontologis) ilmu. Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan maka moral hanya mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana sebaiknya kita mempergunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia. Menghadapa revolusi genetika yang baru di ambang pintu, kita belum terlambat menerapkan pilihan ontologis. 


C.  PENUTUP

Dari penyajian makalah tentang ilmu dan moral, tanggung jawab sosial ilmuwan dan revolusi genetika dapat kami tarik kesimpulan bahwa :

1. Dalam pengembang ilmu, para ilmuwan senantiasa memandang bahwa ilmu dikembangkan sebagai objek yang terikat oleh nilai-nilai moral, sehingga dalam pengembangan ilmu tersebut tidak merendahkan martabat manusia.

2. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan secara garis besar ada dua yaitu: (1) pembinaan daya intelektual dan (2) pembinaan daya moral.

3. Revolusi genetika merupakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak bebas nilai, aspek penerapan ontologis ilmu pengetahuan harus dikedepankan sehingga tidak merendahkan martabat manusia yang merupakan pengembang ilmu pengetahuan.



dipostkan
Informasi Mesjid
AFRIZAL HASBI
afrizalhasbi@ymail.com

KOMUNITAS BLOGGER UNIVERSITAS SRIWIJAYA

No comments:

Post a Comment