ILMU DAN MORAL, TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN,
REVOLUSI GENETIKA
A.
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Ilmu dan moral, tanggung
jawab sosial, serta revolusi genetika adalah hal yang saling berhubungan.
Terdapat beberapa pertanyaan yang menggelitik, pertama benarkah makin cerdas,
maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula
perbuatan kita? Apakah manusia dengan penalaran tinggi lalu makin berbudi atau
sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta? Melalui makalah
ini akan diuraikan mengenai ilmu dan moral, tanggung jawab sosial ilmuwan dan
uraian tentang revolusi genetika.
2.
Rumusan Masalah
Pada makalah ini terdapat 3
rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana hubungan antara
ilmu dan moral ?
2. Apa tanggung jawab sosial
ilmuwan ?
3. Bagaimana pengaruh
revolusi genetika terhadap tanggung jawab moral dan sosial ilmuwan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Hubungan Ilmu dan Moral
Ilmu merupakan hasil karya
perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh
masyarakat.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 237). Jikalau
hasil penemuan perseorangan tersebut memenuhi syarat-syarat keilmuan maka ia
akan diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan
dalam masyarakat.
Moral merupakan tekad manusia
untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih
lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Moral
berkaitan dengan metafisika keilmuan maka masalah moral berkaitan dengan cara
penggunaan pengetahuan ilmiah. (Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990,
hal. 234 - 235).
Pada kenyataan sekarang tidak
bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat tergantung kepada ilmu dan
teknologi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka pemenuhan kebutuhan hidup
manusia dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan
diciptakannya peralatan teknologi dibidang kesehatan, transportasi, pendidikan dan
komunikasi, maka mempermudah manusia dalam menyelesaikan pekerjaan untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataan apak ilmu selalu merupakan
berkah, terbebas dari hal-hal negatif yang membawa malapetaka dan kesengsaraan?
Sejak dalam tahap pertumbuhannya
ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk
mengusai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan mengusai
mereka. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan
bagi kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri.
Dewasa ini ilmu bahkan sudah
berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia
itu sendiri. Jadi bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan
kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan
lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan
hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri,
atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu
manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu
sendiri. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 231).
Sejak saat pertumbuhannya
ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif. Ketika
Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan
menemukan bahwa “bumi yang mengelilingi matahari” dan bukan
sebaliknya seperti yang dinyatakan oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi
antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama). Dari hal tersebut
timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini yang
berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Pengadilan
inkuisisi Galileo ini selama kurang lebih dua setengah abad mempengaruhi proses
perkembangan berfikir di Eropa, pada dasarnya mencerminkan pertarungan antara
ilmu yang terbebas dari nilai-nilai diluar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran di
luar bidang keilmuan yang ingin menjadikan nilai-nilainya sebagai penafsiran
metafisik keilmuan.
Dalam kurun ini para ilmuwan
berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana
adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai! Setelah pertarungan kurang lebih
dua ratus lima puluh tahun maka para ilmuwan mendapatkan kemenangan. Setelah
saat itu ilmu memperoleh otonomi dalam melakukan penelitiannya dalam rangka
mempelajari alam sebagaimana adanya.
Dalam perkembangan
selanjutnya ilmu dan teknologi tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang
diharapkan yaitu dalam rangka mensejahterakan kehidupan manusia. Masalah
teknologi telah mengakibatkan proses dehumanisasi. Dari perkembangan ilmu dan
teknologi dihadapkan dengan moral, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan
pendapat. Golongan pertama ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara
total seperti pada era Galileo sedangkan golongan kedua mencoba menyesuaikan
kenetralan ilmu secara pragmatis berdasarkan perkembangan ilmu dan masyarakat.
Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni: (1) Ilmu secara
faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan
dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan;
(2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehingga kaum ilmuwan
lebih mengatahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi
penyalagunaan; dan (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat
kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling
hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial (sosial
engineering). Berdasarkan ketiga hal ini maka golongan kedua berpendapat
bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa
merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
2.
Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan
Peranan individu dalam
kemajuan ilmu dimana penemuan-penemuan yang dihasilkan telah mengubah wajah
peradaban. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial
yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan sangat efektif.
Jelaslah kiranya seorang
ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya
selaku ilmuwan tidak hanya pada penelahaan dan keilmuan secara individual namun
juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat.
Ilmuwan berdasarkan
pengetahuannya memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi.
Kemampuan analisis seorang ilmuwan mungkin pula menemukan alternatif dari obyek
permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian. Singkatnya dengan kemampuan
pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat
terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.
Dibidang etika tanggung jawab
sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh.
Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka,
menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendidirian yang
dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan.
Seorang ilmuwan secara moral
tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa
lain. Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk
kemaslahatan kemanusiaan. Seorang ilmuwan tidak boleh menyembunyikan hasil
penemuan-penemuan apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apa pun juga
yang akan menjadi konsekuensinya. (Bernard Baber, dalam Jujun S. Suriasumantri,
Filsafat Ilmu, 1990, hal. 249). Seorang ilmuwan tidak boleh memutarbalikan
penemuannya bila hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun di atas
kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral hancur berantakan karena
bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.
Perguruan tinggi sebagai
pencetak ilmuwan pada masa kini, memegang peranan penting dalam mewujudkan
tanggung jawab seorang ilmuwan. Diterangan dalam Webster’s New
Colleglate Dictionary (dalam Suparlan, 2005), bahwa universitas adalah
“an institution of higher learning providing, facilities for teaching
and research and authorized to grant academic degrees”. Selanjutnya
Ortega (dalam Suparlan, 2005) menegaskan bahwa misi perguruan tinggi ada tiga,
yaitu : (1) tranmission of culture, (2) teaching of frofession, dan (3)
Scientific research and training of new scientists.
Dari beberapa referensi dapat
dipelajari kiranya terdapat dua tanggung jawab sosial seorang ilmuwan, yaitu :
(1) pembinaan daya intelektual dan (2) pembinaan daya moral.
3.
Revolusi Genetika
Tidak dapat dipungkiri bahwa
kemajuan dalam bidang kimi dan fisika membawa menfaat yang banyak bagi
kehidupan manusia. Namun disamping menfaat positif muncul pula penyalagunaan
kemajuan ilmu kimia dan fisika sehingga menimbulkan malapetaka. Perang Dunia I
yang menghadirkan bom biologis dan Perang Dunia II memunculkan bom atom
merupakan dampak negatif penyalagunaan ilmu dan teknologi.
Revolusi genetika merupakan
babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah
menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti
bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad
manusia, tentu sudah banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan ini dimaksudkan
untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak membidik secara langsung
manusia sebagai obyek penelaahan. Artinya, jika kita mengadakan penelaahan
mengenai jantung manusia, maka hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknologi yang berkaitan dengan penyakit jantung. Atau dengan perkataan lain,
upaya kita diarahkan dalam mengembangkan pengetahuan yang memungkinkan kita
dapat mengetahui segenap proses yang berkaitan dengan jantung, dan di atas
pengetahuan itu dikembangkan teknologi yang berupa alat yang memberi kemudahan
bagi kita untuk menghadapi gangguan-gangguan jantung. Dengan penelitian
genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah
organ-organ manusia dalam upaya untukk menciptakan teknologi yang memberikan
kemudahan bagi kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi objek
penelaahan yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan
kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.
Kesimpulan yang dapat ditarik
dari pembahasan di atas menyatakan sikap menolak terhadap dijadikannya manusia
sebagai obyek penelitian genetika. Secara moral kita lakukan evaluasi etis
terhadap suatu obyek yang tercakup dalam obyek formal (ontologis) ilmu.
Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan maka moral hanya mampu
memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana sebaiknya kita
mempergunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia. Menghadapa
revolusi genetika yang baru di ambang pintu, kita belum terlambat menerapkan
pilihan ontologis.
C.
PENUTUP
Dari penyajian makalah
tentang ilmu dan moral, tanggung jawab sosial ilmuwan dan revolusi genetika
dapat kami tarik kesimpulan bahwa :
1. Dalam pengembang ilmu,
para ilmuwan senantiasa memandang bahwa ilmu dikembangkan sebagai objek yang
terikat oleh nilai-nilai moral, sehingga dalam pengembangan ilmu tersebut tidak
merendahkan martabat manusia.
2. Tanggung jawab sosial
seorang ilmuwan secara garis besar ada dua yaitu: (1) pembinaan daya
intelektual dan (2) pembinaan daya moral.
3. Revolusi genetika merupakan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak bebas nilai, aspek penerapan
ontologis ilmu pengetahuan harus dikedepankan sehingga tidak merendahkan
martabat manusia yang merupakan pengembang ilmu pengetahuan.
dipostkan
Informasi Mesjid
AFRIZAL HASBI
afrizalhasbi@ymail.com
KOMUNITAS BLOGGER UNIVERSITAS SRIWIJAYA
No comments:
Post a Comment